FPN 2019: Panji Angreni Dari Jombang

FestivalPanji – Komunitas Tombo Ati dari Jombang ikut serta menjadi bagian dari Festival Panji Nusantara 2019 yang diselenggarakan serentak di Blitar, Malang, Tulungagung dan Kediri. Karya berjudul “Panji Angreni” kali ini dihadirkan di kawasan Simpang Lima Gumul (SLG) Kab. Kediri, Rabu malam (10/7). Namun sebagai pemanasan, karya yang sama juga dipentaskan di Gedung Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang, Jalan Patimura, hari Jumat malam (5/7).

Direktur Komunitas Tombo Ati, Imam Ghozali, menjelaskan bahwa karya ini belum pernah dipentaskan sama sekali, melainkan sengaja dibuat khusus untuk Festival Panji Nusantara kali ini. Naskah dan sutradara ditangani oleh Fandi Ahmad, dibantu oleh Suko Wardoyo (dramaturgi), Sulukhil Amin (host manager), Maula Rofie (manajer panggung), Nanda Sukmana dan M. Habibuddin (penata panggung), Cristian Tripilu, Syamsudin Yahya (penata lampu), penata musik ditangani Wahyudi, penata gerak Ayu Titis Rukmana.

Sedangkan para pemain adalah Tripilu (Raja Jenggala), Firman Hadi Fanani (Dewa), Bagus (Brajanata), Adit (Panji), Ayu Titis Rukmana (Angreni), Gilang, Agus, Nungki (pasukan Brajanata), Maula Rofi (Doyok), Mada Widian Pamungkas (Bancak), Yayak dan Rido (penari kelana).

Dikisahkan, raja Jenggala dan Panjalu bersaudara. Mereka memiliki kakak perempuan bernama Kilisuci yang lebih memilih bertapa di Pucangan daripada menjadi ratu. Ketika memiliki anak, mereka memutuskan untuk menjodohkan anak mereka. Raja Jenggala memiliki anak lelaki bernama Raden Inu Kertapati sementara raja Panjalu memiliki putri bernama Dewi Sekartaji. Namun Inu jatuh cinta pada anak seorang patih bernama Dewi Angreni. Orangtuanya mengizinkan Inu menikahi Angreni dengan harapan Angreni hanya dijadikan selir, sementara permaisurinya tetap Sekartaji. Tetapi ternyata setelahnya Inu menolak menikahi wanita lain.

Karena takut terjadi peperangan dengan saudaranya, Raja Jenggala meminta Raden Brajanata, kakak Inu dari lain ibu, untuk membunuh Angreni ketika Inu tak ada di tempat. Ketika kembali dan menemukan istrinya tewas, Inu menjadi seperti orang gila, selalu menggendong mayat istrinya kemanapun ia pergi. Ia menyangka istrinya hanya tertidur. Tanpa disadarinya Inu keluar dari wilayah Jenggala. Ia berlayar ke seberang pulau bersama pembantu-pembantunya. Akhirnya Inu sadar istrinya telah mati dan mengkremasinya. Lalu ia memutuskan berkelana, karena tidak tahu jalan pulang. Ia berganti nama menjadi Panji Kudawanengpati. Iapun mulai menaklukkan kerajaan-kerajaan yang dilewatinya.

Akhirnya Panji tiba di Panjalu. Kebetulan saat itu Panjalu tengah berada dibawah ancaman Raja Agulagul yang ingin memperistri Sekartaji. Raja Panjalu yang kebingungan tiba-tiba mendengar bisikan dewa untuk mencari bantuan dari seorang penjahat bernama Panji. Awalnya Panji tidak berminat, namun adik perempuannya bernama Dewi Onengan yang menyertai petualangan Panji, mengatakan ia melihat Dewi Sekartaji yang rupanya sangat mirip dengan Angreni. Setelah Panji mengalahkan Raja Agulagul, mereka menikah.

Jenggala marah mendengar hal ini sebab bagaimanapun Sekartaji adalah calon istri Inu Kertapati. Raden Brajanata yang memimpin pasukan Jenggala berhadapan dengan Panji. Saat itulah ia menyadari bahwa Panji ternyata adalah adiknya, Raden Inu Kertapati. Setelah semuanya berakhir dengan baik, Inu dan Sekartaji berjalan-jalan di taman yang ditumbuhi bunga Soka. Ketika itu purnama bersinar. Tiba-tiba dari kuncup bunga soka keluarlah sosok Dewi Anggreni lalu ia terbang ke bulan dan menjadi cahaya bulan. Melihatnya Inu berteriak namun tiba-tiba ada suara dewa yang mengatakan bahwa Angreni sudah berpadu dengan Sekartaji sebab Angreni sudah menjadi cahaya bulan yang menyinari tubuh Dewi Sekartaji. Inu menoleh kepada istrinya dan melihat kecantikan istrinya menjadi dua kali lipat sebab ditambah dengan kecantikan Anggraini. Maka Inu memberinya nama baru, Galuh Candra Kirana (cahaya bulan).

Sutradara karya ini, Fandi Ahmad, lahir di Mojokerto, 07 Oktober 1985, saat ini adalah guru di SDN Kepanjen II Jombang. Aktif di teater dan menulis naskah drama sejak mahasiswa, diantaranya; naskah drama Bapakku Koruptor, Manditoning Kili Suci, Kepepet, Keblowok Bathok, Bubat, Lawe. Bersama teater S SMAN 1 Jombang acapkali mendapatkan penghargaan tingkat Jawa Timur melalui reportoar teater, diantaranya; penyaji terbaik teater Pekan Seni Pelajar Jatim (2011), Juara 1 Lomba Seni Tradisi Jatim (2012), pentas terbaik pada Festival Teater Arena Jatim (2012), mewakili Jawa Timur di Festival Teater Remaja Nasional di Bandung, sutradara terbaik Lomba Seni Tradisi Jatim (2014), penyaji terbaik Fragmen Budi Pekerti Jatim (2014), penulis naskah terbaik tangkai teater tradisi pada Pekan Seni Pelajar (2015), mendapatkan penghargaan seniman berprestasi oleh Pemkab Jombang (2015).

Sedangkan Komunitas Tombo Ati didirikan di Jombang tanggal 3 Agustus 1996 dan pada bulan Oktober 1996 mendapatkan kepercayaan untuk mewakili Jawa Timur dalam ‘Event Festival Teater Tingkat Nasional’ di kota Bandung dan mendapatkan penghargaan dari Pemerintah RI sebagai penyaji terbaik lakon Makam Bisu (1996-Sutradara Imam Ghozali AR).

Selain berteater komunitas ini juga aktif di dunia musik, yang juga meraih sejumlah penghargaan.

Dalam rangkaian Festival Panji Nusantara 2019 di Kediri ini, selain Komunitas Tombo Ati juga tampil Tarian Kembul Nuryanto (ISI Surakarta), Tarian Topeng Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur) dan Pertunjukan drama tari dari Irama Citra dari Yogyakarta berjudul “Jaka Bluwo.”